SEBAGAI pembuka rubrik Bagasi, Web Garuda Aceh menghadirkan sekilas sejarah cikal bakal penerbangan Republik Indonesia. Artikel ini diturunkan semata-mata untuk melestarikan pengetahuan, dengan menyadur dari berbagai sumber, termasuk artikel yang mengutip buku “Modal Perjuangan Kemerdekaan” karya TA Alsya.
What's On
FOTO: It's TIME to Aceh
Stan Garuda Indonesia Aceh di TIME 2014. Pasar Wisata Indonesia tahun ini menghadirkan tema yang unik yaitu "It's TIME to Aceh". Waktunya ke Aceh...
Garuda Indonesia Boarding Pass True Value ( BPTV )
Tambahan Keistimewaan terbang bersama Garuda Indonesia. Nikmati potongan harga dengan menunjukan Boarding Pass anda pada merchant-merchant yang telah bekerja sama dengan kami, seperti " Hotel, Resort, Spa, Tempat Rekreasi, Restoran dan Pusat Perbelanjaan
FOTO: It’s TIME to Sabang
SEKIRA 160-an peserta Pasar Wisata Indonesia atau Tourism Indonesia Mark & Expo (TIME) 2014 diberi kesempatan keliling Pulau Weh pada Minggu, 26 Oktober 2014
GO Express, Pengiriman Paket Tepat Waktu
Garuda Indonesia Cargo menghadirkan produk GO Express. Hal ini untuk memenuhi kebutuhan pelanggan di mana semakin bertambahnya permintaan akan pengiriman port to city dan port to door.
Friday, October 24, 2014
Dari Seulawah ke Garuda (1)
SEBAGAI pembuka rubrik Bagasi, Web Garuda Aceh menghadirkan sekilas sejarah cikal bakal penerbangan Republik Indonesia. Artikel ini diturunkan semata-mata untuk melestarikan pengetahuan, dengan menyadur dari berbagai sumber, termasuk artikel yang mengutip buku “Modal Perjuangan Kemerdekaan” karya TA Alsya.
>>
Dakota RI-001 Seulawah adalah pesawat angkut pertama
milik Republik Indonesia. Pesawat ini dibeli dengan uang sumbangan rakyat
Aceh. Pesawat ini pula yang kemudian menjadi cikal bakal berdirinya perusahaan
penerbangan niaga pertama, Indonesian Airways, yang kemudian menjadi Garuda Indonesia Airways.
Sejarah bermula pada sebuah jamuan makan malam di Hotel
Atjeh, Banda Aceh, 16 Juni 1948. Berlangsung sebuah dialog antara tokoh
masyarakat Aceh dengan Presiden Republik Indonesia saat itu, Soekarno, yang
digagas oleh Gabungan Saudagar Indonesia Daerah Aceh (Gasida).
“Alangkah baiknya jika Indonesia mempunyai kapal udara
untuk memperkuat pertahanan negara dan mempererat hubungan antara pulau dan
pulau,” kata Soekarno.
Presiden yang kesohor dengan sapaan Bung Karno itu pun
membujuk tokoh Aceh agar mengumpulkan dana untuk membeli sebuah pesawat, dengan
alasan mempertahankan negara dari jajahan Belanda. Bung Karno memberi tahu
bahwa harga satu pesawat Dakota yang akan dibeli itu hanya M$ 120.000.
“Saya tidak akan makan malam ini, kalau dana untuk itu
belum terkumpul,” kata Bung Karno.
Peserta pertemuan saling melirik hingga seorang dari mereka
berdiri. “Saya bersedia,” sahut pria itu, M Djoened Joesof, yang juga menjabat
Ketua Gasida. Saudagar lainnya pun menyusul bersedia.
Hanya dalam hitungan jam setelah Bung Karno menyatakan hal
itu, pengusaha-pengusaha Aceh yang tergabung dalam Gasida gelar pertemuan
khusus. Mereka sepakat rakyat Aceh akan bersatu mengumpulkan uang dan segala
perhiasan emas perak untuk membeli pesawat. Dibentuk pula Panitia Dana Dakota
(Dakota Found) yang dipimpin HM Djoened Joesof dan said Muhammad Alhabsyi.
Keesokan, Bung Karno berpidato di Lapangan Blang Padang. ”Kedatangan
saya ke Aceh ini khusus untuk bertemu dengan rakyat Aceh, dan saya mengharapkan
partisipasi yang sangat besar dari rakyat Aceh untuk menyelamatkan Republik
Indonesia ini,” seru Soekarno.
Ia kemudian berujar tentang kontribusi Aceh sebagai daerah
modal terhadap berdirinya Indonesia. “Daerah Aceh adalah daerah modal bagi
Republik Indonesia, dan melalui perjuangan rakyat Aceh, seluruh wilayah
Republik Indonesia dapat direbut kembali,” ungkap Soekarno bersemangat. [btj03]